Selasa, 30 April 2013

MENDIDIK SEORANG WANITA SAMA DENGAN MENDIDIK SEBUAH BANGSA


Wanita mempunyai peran yang agung dan mulia. Kita mungkin bisa membayangkan tugas mulia yang akan atau sedang dipegang oleh wanita. Di satu sisi, peran wanita sebagai seorang istri dan ibu yang mengharuskannya berada di dalam rumah. Namun di sisi lain, wanita diperlukan di tengah-tengah masyarakat yang semakin jauh dari agamanya. Ibaratnya, tangan kiri dapat mengayun buaian dan tangan kanannya dapat mengubah dunia.
Wanita diberi kelembutan agar dapat mengayun buaian, diberi ketegasan untuk mendidik, diberi air mata untuk mengungkapkan rasa senang maupun sedih, diberi ketabahan dan kesabaran untuk dapat menyimpan asa dan rasa. Kita semua, baik itu wanita maupun laki-laki, bukan hanya harus mengetahui, melainkan juga harus memahami bahwa wanita mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama seperti halnya laki-laki. Perintah dan larangan Allah SWT disampaikan tidak hanya kepada laki-laki, tetapi juga kepada wanita. Begitu pula Allah memberikan pahala atau siksaan.
Namun, di dunia ini, di Negara kita, ataupun di sekitar kita sekalipun, masih ada pemikiran keliru yang menyusup ke dalam benak sekelompok umat Islam mengenai wanita. Sehingga watak dan peran wanita dipersepsikan negatif oleh kelompok tersebut. Persepsi tersebut pun tidak jarang diikuti dengan perlakuan yang tidak baik. Kelompok tersebut digolongkan sebagai kaum yang telah melangkahi hukum-hukum Allah. Mereka adalah kaum yang menzhalimi wanita sekaligus dirinya sendiri. Coba kita perhatikan diri kita! Jangan sampai secara tidak sadar kita termasuk salah satu orang yang mempersepsikan wanita secara negatif. Atau wanita sendirilah yang menempatkan dirinya ke arah negatif? Na’udzu billahi mindzalik.
Jika kita melihat kasus wanita dalam masyarakat kita, yang dikenal dengan sebutan masyarakat Islam, menjadi contoh nyata tentang sikap yang keterlaluan, menyia-nyiakan, menyepelekan, dan mempecundangi hak wanita. Wanita dianggap makhluk yang kurang akal dan agama, serta tidak mempunyai keahlian apapun. Orang-orang yang menyepelekan ini, memandang wanita dengan sikap angkuh dan hina. Wanita diibaratkan oleh mereka sebagai jerat setan dan perangkap iblis untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Seperti halnya yang dikatakan oleh seorang pujangga:
Kaum wanita itu bagaikan setan…
Yang diciptakan untuk kita
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan setan.
Ada pula kelompok masyarakat yang kembali ke zaman jahiliyah sebelum datangnya Islam. Mereka mengurung anak-anak perempuan di dalam rumah, tidak boleh keluar untuk belajar atau bekerja, tidak boleh mengikuti kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat, sehingga sebagian mereka berpandangan bahwa wanita shalihah hanya boleh keluar rumah pada dua hal, yaitu dari rumah orang tuanya ke rumah suaminya dan dari rumah suaminya ke liang kubur. Padahal di dalam Al-Qur’an, “pengurungan wanita di dalam rumah” hanya dijadikan sebagai hukuman bagi perempuan yang melakukan perzinahan dengan kesaksian empat orang laki-laki dari kaum muslimin. Hal ini diterapkan sebelum syariat menetapkan hukuman bagi perbuatan zina yang sudah dikenal saat ini. Al-Qur’an menyebutkan tentang pengurungan wanita yang melakukan zina itu di dalam surat An-Nisa’ ayat 15 yaitu “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan kesaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau Allah memberi jalan yang lain kepadanya.”
Mereka melarang wanita untuk menuntut ilmu dan mendalami agama dengan alasan ada orang tua dan suaminya yang berhak dan berkewajiban mendidik serta memberi pelajaran. Karena hal ini, wanita jadi terhambat dari pancaran ilmu pengetahuan dan memaksanya tetap hidup dalam kegelapan dan kebodohan. Padahal orang tua dan suaminya pun tidak dapat mengajarinya karena mereka masih membutuhkan pengajar. Sudah banyak wanita yang tersesat karena yang membimbingnya adalah buta!
Di zaman sekarang pun ada sebagian kelompok yang mempersepsikan bahwa wanita tidak perlu tinggi menuntut ilmu dan tidak perlu aktif ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan karena pada akhirnya ketika sudah menikah, menjadi seorang istri dan ibu, tugasnya hanya di dapur, sumur, dan kasur saja. Padahal tugas wanita kelak bukan hanya di dalam rumah, melainkan juga di luar rumah.
Kita harus memahami bahwa sebenarnya wanita, baik yang belum menikah maupun yang sudah menikah, diperlukan dalam setiap kegiatan sosial dan politik, begitu pun dengan keikutsertaan wanita dalam bidang profesi yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setengah dari masyarakat kita adalah wanita. Jika kaum wanita hanya di dapur, sumur, dan kasur saja dan tidak berfungsi berarti sama saja dengan separuh kehidupan manusia tidak berfungsi dengan melahirkan generasi mukmin mujahid yang cemerlang atau tidak berfungsi dari berpartisipasi dalam membangun masyarakat, baik dalam bidang sosial maupun politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar