Wanita mempunyai peran yang agung dan mulia. Kita mungkin bisa
membayangkan tugas mulia yang akan atau sedang dipegang oleh wanita. Di satu
sisi, peran wanita sebagai seorang istri dan ibu yang mengharuskannya berada di
dalam rumah. Namun di sisi lain, wanita diperlukan di tengah-tengah masyarakat
yang semakin jauh dari agamanya. Ibaratnya, tangan kiri dapat mengayun buaian
dan tangan kanannya dapat mengubah dunia.
Wanita diberi kelembutan agar dapat mengayun buaian, diberi
ketegasan untuk mendidik, diberi air mata untuk mengungkapkan rasa senang
maupun sedih, diberi ketabahan dan kesabaran untuk dapat menyimpan asa dan
rasa. Kita semua, baik itu
wanita maupun laki-laki, bukan hanya harus mengetahui, melainkan juga harus
memahami bahwa wanita mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama seperti
halnya laki-laki. Perintah dan larangan Allah SWT disampaikan tidak hanya
kepada laki-laki, tetapi juga kepada wanita. Begitu pula Allah memberikan pahala
atau siksaan.
Namun, di dunia ini, di Negara kita, ataupun
di sekitar kita sekalipun, masih ada pemikiran keliru yang menyusup ke dalam
benak sekelompok umat Islam mengenai wanita. Sehingga watak dan peran wanita
dipersepsikan negatif oleh kelompok tersebut. Persepsi tersebut pun tidak
jarang diikuti dengan perlakuan yang tidak baik. Kelompok tersebut digolongkan
sebagai kaum yang telah melangkahi hukum-hukum Allah. Mereka adalah kaum yang
menzhalimi wanita sekaligus dirinya sendiri. Coba kita perhatikan diri kita!
Jangan sampai secara tidak sadar kita termasuk salah satu orang yang
mempersepsikan wanita secara negatif. Atau wanita sendirilah yang menempatkan
dirinya ke arah negatif? Na’udzu billahi mindzalik.
Jika kita melihat kasus wanita dalam masyarakat kita, yang
dikenal dengan sebutan masyarakat Islam, menjadi contoh nyata tentang sikap
yang keterlaluan, menyia-nyiakan, menyepelekan, dan mempecundangi hak wanita.
Wanita dianggap makhluk yang kurang akal dan agama, serta tidak mempunyai
keahlian apapun. Orang-orang yang menyepelekan ini, memandang wanita dengan
sikap angkuh dan hina. Wanita diibaratkan oleh mereka sebagai jerat setan dan
perangkap iblis untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Seperti halnya yang
dikatakan oleh seorang pujangga:
Kaum wanita itu bagaikan setan…
Yang diciptakan untuk kita
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan setan.
Ada pula kelompok masyarakat yang kembali ke zaman jahiliyah
sebelum datangnya Islam. Mereka mengurung anak-anak perempuan di dalam rumah,
tidak boleh keluar untuk belajar atau bekerja, tidak boleh mengikuti kegiatan
yang bermanfaat untuk masyarakat, sehingga sebagian mereka berpandangan bahwa
wanita shalihah hanya boleh keluar rumah pada dua hal, yaitu dari rumah orang
tuanya ke rumah suaminya dan dari rumah suaminya ke liang kubur. Padahal di
dalam Al-Qur’an, “pengurungan wanita di dalam rumah” hanya dijadikan sebagai
hukuman bagi perempuan yang melakukan perzinahan dengan kesaksian empat orang
laki-laki dari kaum muslimin. Hal ini diterapkan sebelum syariat menetapkan
hukuman bagi perbuatan zina yang sudah dikenal saat ini. Al-Qur’an menyebutkan
tentang pengurungan wanita yang melakukan zina itu di dalam surat An-Nisa’ ayat
15 yaitu “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian
apabila mereka telah memberikan kesaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita
itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau Allah memberi jalan yang
lain kepadanya.”
Mereka melarang wanita untuk menuntut ilmu dan mendalami agama
dengan alasan ada orang tua dan suaminya yang berhak dan berkewajiban mendidik
serta memberi pelajaran. Karena hal ini, wanita jadi terhambat dari pancaran
ilmu pengetahuan dan memaksanya tetap hidup dalam kegelapan dan kebodohan.
Padahal orang tua dan suaminya pun tidak dapat mengajarinya karena mereka masih
membutuhkan pengajar. Sudah banyak wanita yang tersesat karena yang
membimbingnya adalah buta!
Di zaman sekarang pun ada sebagian kelompok yang mempersepsikan
bahwa wanita tidak perlu tinggi menuntut ilmu dan tidak perlu aktif ikut serta
dalam kegiatan kemasyarakatan karena pada akhirnya ketika sudah menikah,
menjadi seorang istri dan ibu, tugasnya hanya di dapur, sumur, dan kasur
saja. Padahal tugas wanita kelak bukan hanya di dalam rumah, melainkan juga di
luar rumah.
Kita harus memahami bahwa sebenarnya wanita, baik yang belum
menikah maupun yang sudah menikah, diperlukan dalam setiap kegiatan sosial dan
politik, begitu pun dengan keikutsertaan wanita dalam bidang profesi yang
sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setengah dari masyarakat kita adalah
wanita. Jika kaum wanita hanya di dapur, sumur, dan kasur saja dan tidak
berfungsi berarti sama saja dengan separuh kehidupan manusia tidak berfungsi
dengan melahirkan generasi mukmin mujahid yang cemerlang atau tidak berfungsi
dari berpartisipasi dalam membangun masyarakat, baik dalam bidang sosial maupun
politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar